Dijaman milenial yang serba canggih ini kita sangat mudah untuk mendapatkan berbagai informasi dari media apapun, mulai dari Televisi, Internet dan sebagainya. Tak jarang untuk mendapatkan informasi tersebut kita dituntut untuk mempunyai akun tertentu, namun apa jadinya jika akun kita disalahgunakan oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab? Nah dipembahasan kali ini, kita akan membahas beberapa kasus tentang Cyber Ethic.
Tapi sebelum mulai ke pembahasan, apakah kalian tahu apa itu
Cyber Ethics?
Cyber
Ethics adalah suatu aturan teknologi informasi yang berisi nilai-nilai yang
disepakati bersama untuk dipatuhi dalam interaksi antar pengguna
teknologi. Diharapkan semua pengguna internet mau mematuhi cyber ethics
yang ada. Dibawah ini adalah
beberapa kasus tentang cyber ethics.
Kasus Pertama:
Yang saya tahu, pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang Mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer.
Yang saya tahu, pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di bank melalui komputer sebagaimana diberitakan “Suara Pembaharuan” edisi 10 Januari 1991 tentang dua orang Mahasiswa yang membobol uang dari sebuah bank swasta di Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer.
Pada kasus diatas, kasus tersebut adalah murni criminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana melakukan tindakan kejahatan. Penyelesaian untuk kasus ini, sebaiknya pihak bank memperketat sistem keamanan mereka. Dan untuk pelaku akan dikenakan pasal yang sesuai dengan modus perbuatan yang dilakukannya.
Kasus Kedua:
Pada
tahun 2017 lalu, ada kasus peretasan terhadap situs Telkomsel. Peretas mengubah
(deface) tampilan depan laman situs telkomsel dengan sejumlah kalimat keluhan
atau protes atas mahalnya tarif kuota internet dari perusahaan operator seluler
tersebut, beginilah tampilan website Telkomsel setelah diretas:
Pada kasus tersebut, peretas melakukan hacktivist, tindakan itu merupakan sebuah gerakan mengekpresikan kekecewaan, pesan moral, pesan politik, dari seseorang atau kelompok lewat teknik hacking computer. Beberapa teknik hacking untuk mendukung hacktivist antara lain web defacement atau melakukan akses ilegal ke dalam website untuk melakukan perubahan konten sebagai pesan yang ingin disampaikan. Ada juga virtual sabotage, yaitu pesan yang ingin disampaikan dikirim lewat penyebaran maleware.
Terlepas soal pesan yang ingin disampaikan, tindakan web defacement termasuk pelanggaran Pasal 30 UU ITE.
Kasus Ketiga:
Kasus
penipuan online shop pada mei 2011 dan januari 2012. Pada tahun 2011 korban
yang bernama Ehan dan pada tahun 2012 korban yang bernama Bella telah ditipu
oleh sebuah toko online yang mengatasnamakan “anak agung bagus”, mereka memesan
barang dan telah mentransfer sejumlah uang namun barang tak kunjung datang. Berikut
kutipan rasa kekecewaan Ehan sang korban ”mf saya bru saja di tipu, penjualan
online. Yg berjualan lewat fb,yg atas nama anak agung bagus. Saya dikirim no
resi JNE, tp saya cek ko ga bsa, trus saya tlpon kantor JNE pusat, trnyata data
pengiriman tdak ada. No hp penipu 08578025**51no rek penipu 52551347** bank BCA
010700020009*** ATAS NAMA IR.RONI PUTRA, KODE BANK 426 BANK MEGA, bgi yg pernah
menerima no rek nya tlong hubungi saya di fb dgn nama Ehan han cuan.”
Kasus diatas adalah murni penipuan pada korban, pelaku sengaja melakukan hal tersebut demi keuntungan sendiri. Bila pelaku tertangkap, pelaku akan dikenakan pasal 378 KUHP mengatur penipuan tetapi pelaku juga dapat dijerat dengan pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Cara mengatasi kasus diatas terulang lagi, sebaiknya kita sebagai customers lebih waspada kepada apa yang akan dibeli di internet. Jangan mudah mentransfer uang kepada orang yang tidak dikenal dengan diiming imingi Barang dan Kualitas bagus harga murah meriah, lihat review orang orang yang sudah membeli di toko/orang tersebut, carilah informasi sebanyak banyaknya tentang Online Shop tersebut.
Kasus Keempat:
Pada tahun
2016 lalu laman pengaduan masyarakat (Dumas) situs web Kementrian Komunikasi
dan Informatika (kominfo) diduga menjadi korban peretasan Hacker terkait wacana
pemblokiran Google dan Youtube, wacana pemblokiran Google dan Youtube sempat
membuat heboh ketika dilontarkan oleh sekjen ICMI, sebelum Dumas Kominfo, situs
ICMI sudah lebih dulu menjadi korban peretasan sehingga terpaksa ditutup untuk
sementara waktu.
Berikut adalah gambar saat situs Dumas Kominfo di bobol oleh
Hacker:
Pada
kasus diatas, kasus tersebut sama seperti kasus Telkomsel yang sudah saya bahas
sebelumnya, para pelaku melakukan Deface terhadap situs situs tersebut. Tujuan mereka
adalah mengutarakan beberapa pendapat banyak orang yang mungkin tidak di dengar
oleh pihak pemerintah. Tindakan web
defacement termasuk pelanggaran Pasal 30 UU ITE.
Cara menangani kasus seperti ini, mungkin menurut saya pihak pemerintah lebih bisa mendengar suara-suara rakyatnya. Bukan hanya melakukan sebuah tindakan agar mereka untung tanpa melihat sisi yang lain.
Kasus Kelima:
Sebuah
modus penipuan “teman gadungan” sedang marak di Whatsapp. Kasus ini membuat
akun pengguna tertentu dibajak orang yang tak bertanggung jawab untuk kemudian
dipakai dalam tindakan penipuan, tindakan kejahatan cyber yang melibatkan
peretasan akun itu sudah membuat 46% orang Britania Raya menjadi korban hack
dan kehilangan sejumlah uang akibat dampaknya. Dalam kasus Whatsapp ini para
penipu itu akan berpur-pura jadi salah seorang teman dari pengguna yang jadi
sasaran. Penipu yang menjadi “teman gadungan” ini awalnya akan berpura-pura
ganti nomor, sok kenal, lalu memiliki tujuan akhir minta kode verifikasi.
Nah sebagai pengingat, kode verifikasi ini merupakan sebuah aspek krusial di Whatsapp. Kamu biasanya akan menerima kode itu ketika mendaftar di Whatsapp. Kode ini sendiri bertugas memverifikasi pengguna nomor telepon selaku pemegang akun sah. Bila sipenipu sudah memiliki kode verifikasi, mereka akan mengambil alih akun Whatsapp tersebut dan kemudian berpura-pura menjadi si pengguna yang asli untuk melakukan kejahatan. Ini yang biasa dikenal dengan akun kena Hack atau dibajak.
Dengan akun Whatsaap bajakan di tangan, si penjahat makin sah saja jadi “teman gadungan”. Si penipu ini lazim menggunakan akun yang dibajaknya untuk minta transferan uang dan gift card ke orang-orang yang ada di nomor kontak akun tersebut. Selain itu mereka juga dapat mengulangi modus serupa dalam meminta kode verifikasi, untuk memperluas aksinya.
Pada dasarnya, ada satu hal utama yang bisa kamu lakukan, yaitu dengan cara:
“Jangan pernah sekali-kali memberitahukan kode verifikasi Whatsapp ke
orang lain. Tak ada alasan orang lain membutuhkan kode tersebut selain untuk
motif diatas.”
Jika pun pada satu waktu kode verifikasi itu muncul di inbox
emailmu, jangan panik karena si penipu tak akan pernah bisa mengakses Whatsapp-mu terkecuali mereka
memasukkan kode tersebut. Kalian juga harus tetap waspada jika ada nomor
dikontak whatsapp mu yang meminta giftcard atau transferan uang. Tak ada
salahnya mengonfirmasi ulang permintaan tersebut dengan cara “klasik” yaitu
menelepon langsung orang yang bersangkutan.
Pada kasus diatas, kasus tersebut bisa terjerat dua pasal sekaligus. Yang pertama dia akan terkena hukuman terkait aktivitas hacking (phising) dan yang kedua pelaku akan terkena hukuman karena kasus penipuan. Untuk kasus phising pelaku akan dikenakan Pasal 27 UU ITE tahun 2008. Ancaman pidana pasal 45(1) KUHP. Pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Diatur pula dalam KUHP pasal 282 mengenai kejahatan terhadap kesusilaan.
Solusi Kasus Cyber Ethics:
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam solusi Cyber Ethics adalah:
- Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
- Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar Internasional.
- Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cyber ethics
Sekian pembahasan kali ini, mohon maaf bila ada kata kata yang tidak sesuai dengan pedoman Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Perbaiki lagi aturan penulisannya agar lebih rapi, rata kiri kanan juga spasi dan paragrafnya, jangan lupa harus cantumkan sumbe referensinya di akhir tulisan.
BalasHapusTugas ke 2 harus lebih baik dari ini
BalasHapus